Kisah Perjuangan di Tengah Tuntutan Kebutuhan Keluarga
Kampar, (Potretperistiwa.com) - Keterlambatan pembayaran gaji kembali menjadi momok bagi para pekerja di berbagai sektor, termasuk bagi mereka yang bertugas menjaga keamanan institusi pendidikan. Kisah pilu datang dari Bapak DR (LK 36), seorang satpam di salah satu Sekolah Menengah Atas di Provinsi Riau yang terpaksa memutar otak dan banting setir menjadi pembuat layang-layang demi menafkahi keluarganya.
Gaji bulanannya yang seharusnya menjadi penopang utama kini mandek hingga hingga berbulan. DR yang sudah mengabdi selama lebih dari Sebelas Tahun dari Tahun 2014 di sekolah tersebut mengaku bingung mencari sumber penghasilan lain, apalagi dengan kondisi harga kebutuhan pokok yang terus melambung.
"Kalau cuma saya sendiri, mungkin masih bisa ditahan-tahan, makan seadanya. Tapi ini ada istri dan tiga anak yang harus sekolah dan makan setiap hari," ujar DR dengan nada lirih saat ditemui di Pos penugasan nya.
Layang-Layang Sebagai Solusi Darurat
Keputusan untuk membuat dan menjual layang-layang diambil sebagai solusi tercepat dan termurah. Berbekal keahlian masa kecilnya, setiap luang waktu DR memanfaatkan waktu luangnya untuk merangkai bambu, memotong kertas, dan mewarnai puluhan layang-layang beraneka rupa.
"Modalnya tidak terlalu besar, dari sisa uang simpanan sedikit. Saya buat yang model-model biasa saja, yang anak-anak suka. Harganya saya jual mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per biji," jelasnya.
Sejak pagi hingga siang hari, di sela-sela jam istirahat atau saat tidak ada tugas patroli mendesak DR membuat layang-layang dan menjajakan layang-layang tersebut pada sore hari dilokasi taman tempat orang bermain layang-layang.
"Alhamdulillah, dari hasil jual layangan ini, lumayan untuk beli beras dan lauk pauk hari ini. Walaupun hasilnya jauh dari gaji bulanan, setidaknya dapur bisa tetap ngebul sambil menunggu hak saya dibayarkan," harapnya.
Sorotan untuk Kesejahteraan Pekerja Honorer
Kondisi yang dialami Bapak DR bukan kasus tunggal. Banyak honorer di wilayah tersebut kerap menghadapi isu keterlambatan gaji. Hal ini memunculkan sorotan terhadap perlindungan dan kesejahteraan para pekerja.
"Kami sudah coba mengajukan keluhan ke pihak sekolah, namun jawabannya dana belum cair bahkan katanya gaji yang dua bulan kemarin juga tak boleh dibayarkan oleh Dinas. Kami hanya berharap, pihak terkait bisa lebih memperhatikan nasib kami. Tugas kami menjaga keamanan, tapi bagaimana kami bisa fokus bekerja kalau kebutuhan di rumah tidak terpenuhi?" tutupnya.
Kisah DR ini menjadi pengingat pahit tentang pentingnya kepastian pembayaran upah, terutama bagi para pekerja garda depan yang jasanya sangat dibutuhkan namun kerap luput dari perhatian.****(RL).
Posting Komentar