Bab 4: Mekarnya Bunga Sakura dan Ujian Ideologi
Kasus Ayu yang berhasil diselesaikan secara damai dan bermartabat menjadi titik balik bagi komunitas Muslim di Kyoto. Cerita keberanian dan solidaritas mereka menyebar cepat. Rasa takut berganti menjadi rasa memiliki dan persaudaraan.
Rumah Lentera tidak lagi sepi. Kelas Al-Qur'an Ustadz Cahaya kini dipenuhi oleh pekerja migran yang akhirnya berani meluangkan waktu mereka. Ayu menjadi salah satu relawan utama, bertugas mengatur jadwal dan menjadi duta kerukunan.
Ustadz Cahaya tidak hanya mengajarkan ritual. Ia mengajarkan Islam sebagai solusi kehidupan. Kajiannya tentang Etika Bisnis Islami dan Pengelolaan Keuangan Syariah sangat diminati, membantu para pekerja migran mengelola penghasilan mereka secara bijak agar tidak terjerat hutang lagi.
Persahabatan antara Ustadz Cahaya dan Mr. Hiroshi semakin erat. Mr. Hiroshi sering mampir untuk minum teh dan berdiskusi. Ia sangat terkesan dengan prinsip-prinsip Islam yang ia saksikan sendiri: keadilan, solidaritas, dan menepati janji.
Suatu sore, Mr. Hiroshi berbagi tentang konsep Giri (kewajiban) dan Ninjo (perasaan) dalam budaya Jepang, yang sering kali menimbulkan tekanan batin.
"Ustadz," kata Mr. Hiroshi, "Kalian punya 'Islam'. Aku melihatnya sebagai jalan tengah yang indah. Kalian memiliki kewajiban kepada Tuhan (Hablumminallah), tapi juga perasaan dan kewajiban kepada sesama (Hablumminannas). Kalian berhasil menyeimbangkan dunia dan akhirat."
"Kami menyebutnya Wasathiyah, Mr. Hiroshi," jelas Ustadz Cahaya. "Keseimbangan dan moderasi. Allah menginginkan umat-Nya menjadi umat yang adil dan seimbang, yang menjadi saksi bagi semua manusia."
Dialog-dialog inilah yang menjadi dakwah terkuat Ustadz Cahaya: menunjukkan Islam sebagai Rahmatan Lil 'Alamin (rahmat bagi seluruh alam) melalui tindakan dan nilai-nilai yang sejalan dengan fitrah manusia, bahkan dengan kehormatan budaya lokal.
Ketika Rumah Lentera mulai dikenal dan mendapat perhatian media lokal sebagai pusat kerukunan, munculah pihak yang merasa terganggu: Kelompok Dakwah Eksklusif (KDE), sebuah faksi kecil Muslim pendatang yang berpegangan pada tafsir keagamaan yang sangat kaku dan tertutup.
Pemimpin kelompok ini adalah Hassan (35 tahun), seorang pemuda yang sangat berapi-api namun kurang memahami konteks dakwah di negara minoritas Muslim.
Hassan dan kelompoknya merasa Ustadz Cahaya terlalu longgar, terlalu kompromis, dan terlalu "Jepang-isasi" dalam berdakwah. Mereka menuduh Ustadz Cahaya:
Terlalu banyak bergaul dengan non-Muslim (seperti Mr. Hiroshi) dan tidak tegas dalam masalah walā' wal barā'. Memprioritaskan isu sosial (hutang, kelelahan kerja) di atas penegakan hukum Islam yang murni. Membuat Islam terlihat "biasa" dan tidak "eksklusif" sebagai agama yang paling benar.
Suatu malam setelah kajian, Hassan dan dua pengikutnya mendatangi Ustadz Cahaya dengan nada menantang.
"Ustadz Cahaya, Anda berdakwah di sini seperti seorang sosiolog, bukan seorang dai," sindir Hassan tajam.
"Anda harusnya berani menyerukan kebenaran, bukan hanya bagi-bagi soto dan memuji-muji budaya kafir!"
Ustadz Cahaya memandang Hassan dengan tenang. "Hassan, Rasulullah ﷺ bersabda, 'permudahlah dan jangan persulit, berilah kabar gembira dan jangan buat orang lari.' Dakwah adalah mengajak, bukan menghakimi."
Ia melanjutkan, "Jika kita datang ke negeri yang menjunjung tinggi kebersihan, ketertiban, dan kejujuran—nilai-nilai yang juga diajarkan Islam—maka kita harus menghargai dan menunjukkan bahwa Islam adalah sumber dari nilai-nilai itu.
Islam yang tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari dan kebudayaan yang baik adalah Islam yang gagal menjadi rahmat."
Hassan tidak menerima. "Anda takut! Anda takut orang Jepang membenci kita, makanya Anda melunakkan agama!"
"Saya hanya takut Allah tidak menerima dakwah saya," balas Ustadz Cahaya. "Jika hati orang-orang di Negeri Seberang ini bisa terbuka karena mereka melihat kebaikan dan keadilan dari Islam, maka itu sudah cukup. Kita harus meyakini, cahaya kebenaran itu tidak butuh dipaksakan, ia hanya butuh ditunjukkan."
Konflik ini mengancam akan memecah belah komunitas yang baru saja bersatu. Ustadz Cahaya harus membuktikan bahwa dakwah wasathiyah (moderasi) yang ia bawa lebih kuat dan lebih efektif dalam menyentuh hati di tengah kerasnya kehidupan di negeri rantau.
Bersambung......

Posting Komentar