Rohil, (Potretperistiwa.com) - Dugaan praktik curang dalam pengelolaan Dana Desa kembali mencuat di Kabupaten Rokan Hilir. Kali ini, sorotan mengarah kepada Ketua APDESI Rohil, Azlita, yang juga menjabat sebagai Penghulu Sungai Kubu Hulu. Ia dituding memonopoli kerja sama media desa dengan menggiring dana miliaran rupiah hanya ke satu pihak.
Program kerja sama media yang seharusnya menjadi ruang promosi dan transparansi desa, justru diduga dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Informasi yang berkembang menyebutkan, setiap desa diarahkan menganggarkan Rp10 juta untuk publikasi – separuhnya ke media cetak, sisanya ke media online.
Yang bikin heboh, kerja sama itu disebut-sebut diarahkan ke satu media yang punya koneksi langsung dengan Azlita. Menambah kontroversi, Azlita diketahui adalah istri dari anggota DPRD Rohil, Amansyah. Publik pun mempertanyakan, apakah ini bentuk kolaborasi keluarga berkedok kerja sama media?
Parahnya lagi, penunjukan media tersebut dilakukan secara tertutup. Penandatanganan MoU kabarnya berlangsung di Bagan Batu tanpa ada informasi terbuka atau proses seleksi yang melibatkan media lain. Praktik ini dinilai sebagai bentuk monopoli yang sengaja diciptakan.
Kritik keras datang dari para pelaku media di daerah. Mereka menilai langkah tersebut sebagai upaya membungkam media lokal dan mematikan fungsi kontrol sosial terhadap penggunaan dana desa.
"Kami minta Dinas PMK buka data. Media mana yang dikontrak? Apa dasar penunjukannya? Jangan sampai dana desa dijadikan bancakan oknum-oknum tertentu," tegas salah satu jurnalis senior di Bagansiapiapi.
Selain transparansi, sejumlah kalangan juga menuntut kejelasan legalitas media yang terlibat. Apakah berbadan hukum? Terdaftar di dewan pers? Memenuhi standar kerja jurnalistik?
Sampai berita ini diturunkan, baik Ketua APDESI maupun pihak Dinas PMK Rohil masih menutup mulut. Namun tekanan publik terus menguat. Desakan audit total dan pembukaan data kian ramai digaungkan, baik di ruang publik maupun forum-forum jurnalis.
Jika dugaan ini benar, maka praktik ini bukan hanya merugikan keuangan desa, tapi juga mencoreng semangat transparansi dan demokrasi informasi yang dijamin konstitusi.****(Arifin)
Posting Komentar