Ancaman Media Sosial, Potensi Black Campaign dan Jeratan UU ITE Jelang Pemilu 2024


Malang, (potretperistiwa.com) - Pesta demokrasi bagi seluruh rakyat indonesia akan digelar pada  18 Februari 2024. Aroma persaingan antar tokoh politik yang berpotensi maju dalam perebutan RI satu mulai terasa dengan semakin aktifnya partai politik unjuk kekuatan baik dengan koalisi maupun konten di Media sosial.


Media sosial menjadi sarana baru bagi Partai Politik dalam menggaet dukungan masyarakat khususnya anak muda. Potensi Black Campaign serta jeratan UU ITE diprediksi akan mewarnai perhelatan Pemilihan umum 2024.


Penggunaan media sosial secara masif sebagai sarana kampanye telah dilakukan sejak Pilkada 2020.  Tokoh politik berbondong-bondong melakukan kampanye dengan menggunakan iklan berbayar di media sosial. PERLUDEM menemukan 5.675 iklan berbayar di Facebook oleh 159 akun  dengan nilai lebih dari 1,8 Milyar.”PERLUDEM juga menemukan beberapa berita atau disinformasi terutama di iklan yang berbayar. Perludem punya kepedulian terhadap iklan kampanye yang berbayar karena berdampak langsung pada masyarakat “. Ujar peneliti PERLUDEM Mahardhika .


Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan persaingan antara tokoh politik mulai marak ditemui di tahun 2022, kami sudah merasakan situasi yang kami rasakan di tahun 2019 lalu, dimana eskalasinya sudah mulai agak ada peningkatan menjelang pesta demokrasi 2024.


Akademisi dari Universitas Indonesia Wirdyaningsih, S.H , M.H mengingatkan celah penegak hukum dalam menangani masalah terkait Black Campaign yang paling sering terjadi adalah adanya beberapa pihak penegak hukum yang memiliki pemikiran bahwa kondisi aman terkendali dapat dicapai apabila laporan  pelanggaran pemilu tidak ditindak lanjuti sehingga tidak muncul di masyarakat . sehingga tidak perlu ada tindak lanjut dari pelanggaran tersebut, terangnya.


Pada tahun 2020 saja  SAFEnet meluncurkan laporan hak digital di indonesia, Tahun 2019 terdapat 24 kasus UU ITE yang menjerat berbagai kalangan dan 8 kasus diantaranya menyasar kepada profesi media dan jurnalis. Sejak tahun 2008 hingga 2021 YLBHI mencatat 351 Kasus terkait jeratan UU ITE dan 17% diantaranya terkait Hak Menyatakan pendapat secara digital.


Sementara itu mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin menyampaikan bahwa UU ITE bisa menjadi senjata untuk saling lapor di kepolisian “semangat dibuatnya UU ITE sejak awal mempertimbangkan Prinsip keadilan, Tapi pada praktiknya, sejumlah UU ITE Dijadikan “senjata” untuk saling melaporkan ke kepolisian sehingga menjadi multitafsir (pasal karet)”.


Dalam permasalahan ini KPU serta BAWASLU diharapkan menaruh perhatian lebih terkait potensi terjadinya Black Campaign serta Batasan dalam bermedia sosial selama PEMILU agar tidak ada lagi pendukung ataupun simpatisan Partai politik bahkan media yang terjerat UU ITE karena menyuarakan pendapatnya dimedia sosial . meskipun Undang-Undang terkait permasalahan ini telah ada, dihimbau untuk para penegak hukum agar lebih tegas dan tetap netral menjaga jalannya alur pesta demokrasi Indonesia pada tahun 2024.****(M. Fauzan  Hawari, Mahasiswa  Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang).



Print Friendly and PDF

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama